Sejarah Kebun Binatang Ragunan


Selain sebagai nama salah satu kelurahan di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ragunan identik dengan nama lokasi taman margasatwa atau kebun binatang. Namun, Ragunan dalam ingatan Madali Boan, 76 tahun, warga Cilandak, dulu kawasan itu adalah lahan kosong tempat warga menggembala kerbau. Bahkan sejak kecil dia tidak pernah mendengar nama Ragunan. 

Menurut Madali, Kebun Binatang Ragunan dibangun di atas lahan dua dusun disatukan, yakni Kandang dan Pisangan. Sebagian besar areal taman margasatwa itu masuk wilayah kampung Pisangan. Sejak ada kebun binatang itu, maka muncul dan populerlah nama Ragunan.

Tempat penangkaran satwa ini tadinya pada 1960-an di Cikini, Jakarta Pusat. Pemindahan dari Cikini ke Ragunan berlangsung semasa Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin berkuasa. Selain karena lokasinya di tengah kota, Ali juga ingin membangun Taman Ismail Marzuki di sana sebagai tempat para seniman Jakarta yang terusir dari Pasar Senen, Jakarta Pusat. 

Usulan tempat baru yang muncul adalah di pinggiran Jakarta dan pilihannya jatuh pada kampung Kandang dan Pisangan. Kedua wilayah itu sekarang masuk dalam Kecamatan Jagakarsa. 

Pembebasan tanah berlangsung sedikit-sedikit. Selepas itu baru ditanami pohon-pohon yang kini menjadikan Ragunan rimbun dan adem. Ali tidak sekadar memindahkan kebun binatang dari Cikini ke Ragunan, tapi dia berambisi menjadikan taman margasatwa ini terluas di Asia. 

Untuk memenuhi keinginan itu, tiap tahun penambahan lahan terus dilakukan. Perluasan dan pembebasan tanah berlangsung hingga 1975-an. "Ke barat sudah ada Kavling Polri (Kepolisian Republik Indonesia). Jadi luas kebun binatang sekitar 220 hektar setelah diperluas," kata Madali saat ditemui merdeka.com kemarin di rumahnya, Jalan Cilandak KKO nomor 5, tepat di belakang Rumah Toko Cilandak, Jakarta Selatan. 

Dia lupa tahun berapa Kebun Binatang Ragunan diresmikan. Tapi sejak beroperasi, tiba-tiba kawasan itu berubah menjadi buah bibir dengan sebutan Ragunan. Kakek 40 cucu ini menuturkan wilayah itu disebut Kampung Kandang karena dulu banyak kandang, terutama kandang kerbau. Dia hafal betul hampir tiap rumah memiliki ternak kerbau. "Kalau sudah punya tiga sampai lima ekor sudah masuk orang kaya saat itu. Orang tua saya punya tujuh ekor," ujarnya dibarengi tawa panjang. 

Dia juga tidak mengerti apakah Ragunan diambil dari nama Pangeran Wiraguna. Sejak kecil hingga keluar dari Sekolah Rakyat pada 1948, dia tidak pernah mendengar nama Ragunan, apalagi Pangeran Wiraguna. Sultan Abumasar Abdul Qohar dari Banten pada abad ke-17 memberikan gelar itu kepada Hendrik Lucaasz Cardeel atas jasanya membangun bendungan dan memperbaiki Istana Surasowan terbakar ketika itu.

Malah Madali mendengar nama Pangeran Wiraguna dari tulisan Abdurrahaman Wahid, yang menyebut makamnya berada di sekitar Ragunan. Selebihnya dia tidak pernah tahu. Meski begitu, saat masih kecil dia sering diajak orang tuanya menziarahi sebuah kubur sekarang masuk dalam wilayah Kebun Binatang Ragunan. 

Walau saban hari besar Islam ayahnya kerap mengajak dia berziarah ke makam itu, Madali tidak tahu siapa pemilik pusara itu. Dia hanya diberitahu kalau kubur mereka datangi itu adalah makam keramat. "Masuk lewat pintu barat dan langsung ke timur hingga ujungnya, nanti akan ketemu danau. Di situ dipanggil Keramat Jaya. Apa itu disebut sebagai makam Wiraguna, saya juga tidak tahu," kata Madali menjelaskan lokasi makam.

Madali ketika muda berprofesi sebagai makelar tanah. Dia pula yang menjadi perantara antara TNI Angkatan Laut Kepolisian Republik Indonesia dengan pemilik tanah di daerah itu. Sekarang berdiri markas Korps Komando Angkatan Laut di Cilandak. Tentara membeli tanah itu pada 1958-1964.

Ragunan dan sekitarnya kian berkembang dan ramai. Sangat mungkin para pengunjung tidak tahu. Namun Madali masih ingat lokasi makam keramat di dalam Kebun Binatang Ragunan walau sudah lama ia tidak berziarah ke sana.

Sumber:
http://www.merdeka.com/khas/makam-keramat-penghuni-ragunan-sedjarah-.djakarta-1.html

No comments:

Post a Comment